"Hai sahabat, ku harap kau tak tahu dengan senyumanku"Itu kalimat pertamaku saat aku tersenyum dengan mereka yang menjabat tanganku dan menyebutkan nama mereka dengan mata yang berbinar penuh rasa bahagia.
Entah dari mana aku mahir dalam menyembunyikan perasaan, entah siapa jua yang mengajariku untuk memendam semuanya sendiri, ah, entahlah, begitulah dalam hatiku berkata dengan beberapa pertanyaan yang aku lontarkan ke diriku sendiri ketika aku ingin mengistirahatkan ragaku yang setiap harinya lelah entah kenapa.
Ya, beginilah aku, yang tumbuh dari rumitnya
hidup yang mungkin tak semua orang bisa setegar hatiku, jujur saja, aku tak suka merepotkan orang lain di hidupku, ya meskipun pintaku terkadang terlalu banyak untuk mereka penuhi, ya ujung-ujungnya kalau mereka tak mampu, ya aku sendiri yang mengerjakan.
Ah, sudahlah, begitu dalam hatiku ketika aku mulai merasa kecewa atau juga cemburu dengan mereka, yang tak punya kegiatan apa-apa tapi masih lari dengan kesibukan yang baru saja mau di beri, kalau sudah begini ya cukup sabar aja, lagian dia sendiri yang rugi, bukan aku.
Aku masih ingat kapan pertama kali aku mulai membungkam setiap masalah yang ku hadapi, bukan memikirkan sendiri, hanya saja aku tak ingin melibatkan manusia yang lain dalam masalahku, ya lebih baik aku sendiri saja yang mencari solusi, ya kalau ga bisa aku akan cari siapa yang bisa aku ajak untuk mencari solusi.
Hari-hari berlalu dengan teramat cepat, langkah kaki kecil yang dulu masih ku ingat kini mungkin sudah berukuran 41 atau 43 kalau di pasangkan sepasang sepatu, tak banyak kesedihan yang bisa terucap dari bibirku, aku lebih senang membuat mereka tertawa bersama dari pada harus membagi rasa sedih dan rasa bersalahku kepada mereka.
Ya, aku benci mereka memiliki rasa iba terhadapku, rasa apa iba itu? apa memecahkan solusi? atau itu hanya menguliti semangat yang seharusnya tumbuh bersama hati, ya kala itu aku tak tau harus apa, aku lebih senang berjalan sendiri meninggalkan jejak yang perlahan hilang ketika ku berjalan jauh darinya.
Hai senyuman, ku harap kali ini kau bertahan lama bersahabat denganku, untuk menyembunyikan beberapa kesedihan yang tak seharusnya ku bagikan, memalsukan rasa bersalah yang ku ingin membuatnya menjadi rasa bahagia di sekelilingku.
Mungkin untuk saat ini, bolehlah aku bekerja sama denganmu untuk waktu yang tak di tentukan, bolehkan aku bersahabat denganmu untuk saat ini, duhai senyuman, aku hanya ingin tak ada lagi rasa sedih yang teramat di sekitarku.
Lalu kala itu sempat aku berfikir "Untuk apa aku memberikan rasa bahagia kepada mereka?" apa juga untungnya denganku?
Bukannya menyenangkan memberikan rasa sedih dengan mereka yang sedang bahagia.
Ah, tidak,, aku tak sekejam itu, aku lebih menyukai mereka bahagia dari pada mereka susah, siapa sih yang senang melihat orang lain susah? siapa juga yang susah.
Karena aku tau, di setiap rasa bahagia itu ada harapan di kemudian hari, lantas bagaimana kita menyikapinya? mau menghancurkan harapan mereka di awal dan meninggalkan, atau memberikan dukungan dan mewujudkan harapan itu di kemudian hari.
Dasar kau senyuman, kamu hebat, bisa mengubah segalanya, ku harap kau tak meninggalkanku saat ini.
Ku harap kau tetap betah denganku yang mencoba menghilangkan gundahku kali ini, agar kelak aku bisa memberikan senyuman yang seharusnya di dalam hidupku...
Whopp
ReplyDeletewhopp kenapa nih bang? ahaha
DeleteKenapa sepertinya kamu mendadak introvert?
ReplyDeleteKenapa kamu sedemikian cepatnya berubah?
Kenapa? Dan kenapa?
kenapa ya, duhhh, harus jawab apa ini dong, duduh duhh..
Delete