Beberapa pekan lalu ada seorang teman yang chating aku melalui akun jejaring sosial WhatsApp, yang benar saja bukannya menanyakan kabar, malah mengajak nonton teater, apa teater? apa masih eksis dan masih ada di zaman yang sudah semakin canggih seperti ini, yang anak mudanya saling sibuk menaikan Skill atau mengejar Hero dalam permainan Mobile Lagend.
Asing terdengar ketika kawanku malah ngajakin nonton teater di taman budaya, masalahnya selama aku tinggal di Medan, aku itu cuma hanya sekilas lewat saja di taman budaya, ya kalaupun main hanya ke gelanggang remaja, itupun karena ada kolam renangnya.
Oke jadi pas dia ajak untuk nonton teater itu langsung saja aku okekan, harga tiket seharga Rp.25.000,- sudah cukup untuk masuk melihat persembahan teater di gedung utama taman budaya Medan.
Ticket Tiurmaida |
Minggu, 29 April, hari H dimana teater akan di mulai, tepat pukul 15:00 Wib aku menunggu kawan ku yang mengajak nonton teater, tentu saja, jarak dari taman budaya dan rumahkukan cukup terlampau dekat.
Akhirnya aku putuskan untuk sholat Ashar dulu soalnya dia juga gatau kemana, WhatsApp juga ga dj baca-baca lagi, dan akupun sholat dulu baru pergi ke taman budaya Medan.
Setibanya di taman budaya, aku sempat menunggu temanku itu, karena otomatis aku ga bisa masuk, namanya juga tiket sama dia, masa iya beli tiket lagi, maulah kena dua kali lipat kalau beli di hari acara di mulai.
Sekitar pukul setengah lima sore, akhirnya dia datang juga, dan langsung kami masuk ke dalam, di dalam itu gelap, sama seperti kita nonton bioskop modern, tapi kali ini layarnya langsung di perankan oleh pemainnya, bukan dari infocus yang canggih.
Panitia acara mencarikan bangku untuk kami, kami yang awalnya saling tunggu akhirnya duduk terpencar karena gedung sudah penuh, suasana dingin di dalam ruangan mendukung untuk mengikuti tiap alur cerita yang mungkin sudah berjalan sekitar dua puluh menitan.
Tiurmaida dan Martius |
Suara pemain berteriak, "Martinus.." itu kata pertama yang aku dengar, suara riuh dari penonton juga semakin menambah gemuruh di ruang itu, aku yang baru duduk, mencoba mencari tau alur ceritanya.
Sekitar lima belas menit berlalu, akhirnya aku dapat menikmati tiap alur ceritanya, setelah teriakan salah satu teriakan pemain yang sedang memerankan seseorang yang sedang memecahkan batu "kak tiurmaidaaa,,," begitulah dia memanggil tiur maidah dari atas tempat yang di bentuk menyerupai bukit di atas panggung.
Adiknya yang memanggil kak Tiur dari Bukit |
Pemain Yang Menjiwai
Tentu saja semua pemain sudah jelas dengan profesional memerankan karakternya masing-masing, semua pemain dengan santai dan dengan timing yang tepat saat memainkan ke semuanya itu, semua pemain tak ada yang ikut dengan suasana penonton semuanya seperti film dari infocus tapi walaupun sebenernya mereka asli.
Adegan tiap adegan di mainkan dengan menjiwai tiap-tiap karakternya, baik pada saat menangis, marah, kesal, bahkan adegan saat menyiram Martinus dengan air, nyiramnya beneran nyiram, ahaha. Panggungpun basah dari kejauhan, mungkin besok-besok bisa kali ya mandikannya pakai selang, jadi ga berat-berat angkat air, hehe
mungkin karena pertama kali liat teater mungkin langsung terkagum kagum gitu ya, ya semuanya seperti memang berada di satu kondisi yang memang ada di dalam ceritanya.
mungkin karena pertama kali liat teater mungkin langsung terkagum kagum gitu ya, ya semuanya seperti memang berada di satu kondisi yang memang ada di dalam ceritanya.
Ketika Martinus di siksa oleh warga |
Tiurmaida
Siapa yang dulu semasa sekolah sangat menyakai karya sastra atau bisa di bilang juga cerpen, banyak pengarang dan penulis dari berbagai kalangan tapi kali ini teater ini di angkat dari kisah yang berjudul Tiurmaida dari Hasan Al Bana.
Kisah ini menceritakan tentang sepasang suami istri yang selalu di coba oleh tuhan dengan keadaanya, mereka menikah dengan tanpa restu kedua orang tua mereka, yang bisa di katakan mereka kawin lari untuk menikah dan bisa bersama.
Di situ di ceritakan bahwa Marsius dan Tiurmaida sangatlah saling mencintai, tapi apa daya ketika orang tua mereka tak merestui dan kelurga mereka tak menyukai keluarga yang mereka buat.
Tiurmaida setiap hari di olok-olok oleh orang di kampungnya yang di mana semuanya hampir tak menyukai mereka, mereka terus menanamkan rasa sabar di hati, rasa yang sangat besar rasanya untuk sebuah keluarga kecil, di tambah lagi karena mereka tak di ridhoi dan sudah 9 tahun bersama dan tak kunjung punya anak, semakin sabarlah hati mereka.
Hari demi hari mereka lalui, siapa sangka setelah semua penantian dan pengorbanan yang banyak menghabisakan waktu dan harta, anugrah tuhan datang ke perutnya Tiurmaida, ya, anak yang di damba-dambakan akhirnya lahir juga ke pangkuan mereka, anak laki-laki yang di beri nama Maramuda, tapi kebahagiaan mereka tak selama penantian mereka, sang Maramuda ketika usia tiga bulan terjatuh ke pusaran air saat mereka mandi ke sungai dari lengan Marsius dan semua kebagahiaan itu sontak menjadi duka yang sangat dalam.
"Baca juga : Pendewasaan Hingga Pelaminan PHP"
Dari situlah Marsius sangat terpukul dan mulai kehilangan akal sehatnya hari demi hari, dan Tiurmaida selalu setia dengan Marsius meski keadaanya seperti itu, Marsius suka mengamuk dan suka mengambil anak warga kampung untuk di gendongnya dan di bawanya, dan karena itulah Marsius sering di hajar warga kampung, di masukan ke sawah, hingga pulang penuh dengan luka-luka.
Tiurmaida tetap besikukuh untuk tetap setia menjaga Martius meski suadanya sudah menyuruhnya untuk meninggalkan Marsius dan menikah lagi dengan lelaki lain yang sehat, tapi Tiurmaida sangatlah menyanyangi Marsius dan terus menjaga Marsius, mereka menyuruh Tiurmaida menikah dengan Ali Tukma duda beranak tiga, tapi tetap Tiurmaida berkeras untuk tetap menjaga Martius dengan kasih sayangnya, karena di dalam adat batak pantang untuk perempuan meminta cerai kepada suaminya.
Akhir cerita, Tiurmaida di akhir cerita sedang di atas bukit memcah batu mencari nafkah untuk menghidupi Marsius dan dirinya, namun kala itu Tiurmaida sangat mementingkan pekerjaanya dari pada keselamatannya, dan kala itu hujan sangat deras membasahi bukit yang di mana disanalah dia sedang memecahkan batu, tiba-tiba gemuruh sangat keras berasal dari bukit terdengar, dan Tiurmaida tidak tahu kalau gemuruh itu yang menjadi akhirnya.
Pengen tau cerita lengkapnya cari aja cerpennya, hehehe
---
Pulang...
Foto bareng dengan pemain teater Tiurmaida |
Sekitar pukul 18:35 WIB acara tersebut selesai, dan kami semua yang berada di dalam gedung foto-foto dengan para pemain dan sebagian lagi pulang ke rumahnya, dan setelah itu kamipun sholat magrib bersama di masjid dekat gedung tersebut.
Seru juga nonton teater gitu, nanti kapan-kapan kalau ada lagi nonton ah, kamu mau ikut engga nonton bareng aku? eh..
soalnya lebih seru nonton teater sih menurutku dari pada nonton di bioskop, meskipun di ruangan teater itu ga sedingin di bioskop ac nya, dan kursinya ga se-empuk yang ada di bioskop.
Jazakumullahukhoiroh sudah mengajak nonton sebelumnya, ahaha
sudah lam sekali rasanya tak menonton teater, mungkin hanya lomba dram antar santi yang sering kutonton
ReplyDeleteKasian sekali kamu, yoklah sesekali nonton teater bareng kita rame-rame ��
Delete